Back

#SerbaSerbiSkripsi : Tipe-Tipe Kesalahan dalam Merumuskan Hipotesis

Forumakademik – Setelah pembahasan terkait Pengertian Hipotesis dan Bagaimana Cara Merumuskan Hipotesis yang telah dibahas sebelumnya. Kali ini akan dibahas terkait kesalahan-kesalahan yang mungkin sering temans lakukan dalam merumuskan hipotesis.

Pembahasan ini menjadi sangat penting dan merupakan inti dari seluruh pembahasan terkait “Hipotesis”, sebab kebenaran keputusan dari suatu dugaan tidak hanya ditentukan oleh bagaimana seorang peneliti merumuskan pernyataan hipotesisnya (baik hipotesis penelitian maupun hipotesis statistik). Namun, juga ditentukan oleh kebenaran dalam melakukan pengujian sesuai dengan prosedur statistika.

Dengan demikian, jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa peneliti tersebut berkemungkinan mengalami kesalahan dalam pengujian hipotesis. Mengenai konsep pengujian hipotesis, Baltagi (2008) menyebutkan bahwa terdapat dua kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi pada proses pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis.

Kedua kesalahan tersebut sering disebut dengan kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II.

Gambar : Tipe-Tipe Kesalahan Pengujian Hipotesis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 Kesalahan Tipe I

Kesalahan tipe I terjadi ketika keputusan yang diambil dari suatu pengujian hipotesis adalah menolak hipotesis yang pada hakikatnya adalah benar. Jika hal itu yang terjadi maka kesalahan tersebut biasanya disebut dengan Alpha Risk ( Risiko Alpha). Alpha Risk dilambangkan dengan simbol α. Nilai α biasa disebut dengan tingkat signifikansi sedangkan nilai 1 – α disebut dengan tingkat kepercayaan/taraf nyata menyatakan seberapa nyata (bisa menolak hipotesis nol) uji tersebut.

Tingkat kesalahan tipe I sering juga disebut kesalahan penentuang level of significant atau tingkat signifikansi. Dalam praktiknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1%, 5% maupun 10%.

Jika diasumsikan terdapat sebanyak 100 sampel penelitian yang diambil dari populasi yang sama, maka tingkat kesalahan 1% berarti bahwa akan terdapat 1 sampel salah dalam 100 sampel penelitiannya. Namun, jika tingkat kesalahan 5% berarti bahwa terdapat 5 sampel yang salah dari 100 sampel yang digunakan. Sedangkan, tingkat kesalahan 10% berarti terdapat 10 sampel yang salah dari total 100 sampel.

Setiap penelitian yang berbeda dapat menggunakan tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) berbeda, tergantung dari keyakinan peneliti mengenai kesalahan sampel yang digunakannya. Semakin kecil/sedikti sampel yang mungkin salah, maka semakin besar tingkat kebenaran sampel, berarti juga penggunaan 5% bahkan 1% adalah lebih tepat. sebaliknya semakin banyak sampel yang mungkin salah, maka penggunaan 5% bahkan 10% adalah lebih baik.

2 Kesalahan Tipe II

Kesalahan tipe II terjadi ketika keputusan yang diambil dari suatu pengujian hipotesis adalah menerima hipotesis yang pada hakikatnya adalah salah. Jika hal itu yang terjadi maka kesalahan tersebut biasanya disebut dengan Beta Risk (Risiko Beta). Beta Risk dilambangkan dengan simbol β. Sedangkan nilai 1 – β disebut taraf uji. Taraf uji ini menunjukkan seberapa baik statistik uji yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis (tingkat kesalahan tipe 2-nya kecil).

Tingkat kesalahan tipe II terjadi karena peneliti gagal memahami rumusan penelitian, sehingga menggunakan rumusan β yang keliru. Semakin spesifik tujuan penelitian, maka semakin spesifik pula rumusan β yang dibuat. Namun demikian, prinsip utama dalam pengujian hipotesis adalah meminimalkan nilai α dan β.

Meskipun pada praktiknya, kita lebih sering berhubungan dengan nilai α. Dengan asumsi bahwa nilai α yang kecil juga mencerminkan nilai β yang juga kecil. Para peneliti biasanya secara konservatif menetapkan sekecil mungkin nilai α (0,05 atau 0,01) sehingga meminimalkan peluang kekeliruan tipe I. Dalam hal ini, mereka beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima merupakan kekeliruan yang serius mengingat akibat yang ditimbulkannya. Namun perlu diingat bahwa dalam menetapkan taraf signifikansi kita harus melihat situasi penelitian.

 

Sumber : 

Baltagi, B.H. (2008). Econometrics (4th ed.). Heidelberg:  Springer

 

Penulis : Andar

Leave A Reply